Efektivitas Madu Sebagai Balutan Ulkus Diabetikum

Beberapa tahun terakhir, madu dilaporkan dapat menjadi opsi balutan luka (wound dressing) untuk ulkus diabetikum. Hal ini dikarenakan studi in vitro dan studi pada hewan menunjukkan bahwa madu memiliki efek antibakterial, antiinflamasi, antioksidan, dan debridemen autolitik. Namun, data studi in vivo pada manusia sebenarnya masih sangat terbatas.

Salah satu komplikasi umum diabetes mellitus adalah ulserasi dan infeksi kaki. Ulkus diabetikum (diabetic foot ulcer) diketahui merupakan penyebab utama dari amputasi kaki dan kecacatan pada pasien diabetes. Selain itu, ulkus ini juga dilaporkan memiliki mortality rate 5 tahun yang bisa mencapai 42%.

Tata laksana yang tepat dibutuhkan untuk mengurangi risiko kecacatan dan kematian pada pasien ulkus diabetikum. Pada umumnya, standar tata laksana ulkus ini meliputi debridemen, wound dressing yang lembab, penurunan beban luka (wound off-loading), pemeriksaan vaskular, terapi infeksi, dan kontrol glikemik.

Selain wound dressing standar dengan cairan saline normal, balutan ulkus diabetikum lain juga telah dipelajari. Contohnya adalah balutan antibiotik, balutan hidrogel, balutan hidrokoloid, balutan alginat, balutan madu, dan enzim topikal.

  • Teori tentang Efek Terapeutik Madu terhadap Luka

Efek madu terhadap berbagai jenis luka telah dipelajari dan salah satunya adalah efeknya terhadap ulkus diabetikum. Studi melaporkan bahwa madu memiliki pH 3,2–4,5 yang bisa mencegah pembentukan lapisan biofilm. Selain itu, keasaman madu dapat meningkatkan pelepasan oksigen dari hemoglobin yang kemudian menstimulasi proses penyembuhan luka melalui granulasi.

Madu juga dilaporkan bersifat hiperosmolar, sehingga mampu menciptakan lingkungan yang tidak kondusif untuk pertumbuhan bakteri. Cairan akan tertarik ke daerah luka dan membentuk lapisan protektif terhadap kontaminasi silang. Selain itu, madu memiliki kandungan hidrogen peroksida yang juga bersifat antibakterial dan memiliki metabolit nitric oxide yang bersifat antiinflamasi.

Aktivitas Antibakterial Madu

Aktivitas antibakterial madu memiliki spektrum yang luas terhadap bakteri gram positif, gram negatif, aerob, dan anaerob. Beberapa sumber juga mengatakan bahwa madu bersifat efektif untuk melawan infeksi bakteri yang resisten terhadap antibiotik, seperti MRSA (methicillin-resistant Staphylococcus aureus)vancomycin-resistant EnterococciPseudomonasAcinetobacter baumannii, dan Stenotrophomonas maltophilia.

Aktivitas Penghambat Biofilm

Biofilm banyak terdapat pada luka kronis. Lapisan ini menyulitkan penyembuhan luka. Zat aktif madu dapat menembus matriks biofilm yang telah terbentuk. Selain itu, madu dapat membunuh bakteri-bakteri yang berpotensi membentuk biofilm.

Aktivitas Debridemen

Pada infeksi kronis, terdapat peningkatan protease yang menurunkan kadar faktor pertumbuhan. Hal ini menghambat proses penyembuhan luka. Protease membutuhkan kondisi basa untuk bekerja optimal. Namun, karena fitur pH madu yang rendah, madu dapat menurunkan aktivitas protease. Efek osmotik madu juga dapat menarik cairan limfa ke daerah yang terluka, sehingga merangsang debridemen autolitik.

Efek Antiinflamasi dan Antioksidan

Efek antiinflamasi pada madu kemungkinan disebabkan oleh inaktivasi reactive oxygen species (ROS). Plant phenolics di madu memiliki efek antioksidan yang bisa melawan radikal bebas.

  • Studi tentang Efektivitas Madu sebagai Balutan Ulkus Diabetikum

Suatu tinjauan sistematik dan meta analisis pada tahun 2016 mempelajari lima uji klinis acak dan sepuluh uji observasional yang mengevaluasi efektivitas madu untuk balutan ulkus diabetikum. Hasil menunjukkan bahwa madu dapat mengurangi durasi terapi ulkus, mengurangi waktu klirens mikroba, dan mengurangi angka amputasi.

Akan tetapi, uji klinis dan uji observasional yang digunakan dalam studi tersebut bersifat sangat heterogen dan berkualitas bukti rendah, sehingga pelaku studi menyimpulkan bahwa madu aman digunakan tetapi efektivitasnya belum dapat dipastikan. Uji klinis acak yang double-blind, berkriteria inklusi homogen, dan berparameter homogen masih dibutuhkan.

Suatu tinjauan sistematik dan meta analisis lain mempelajari 11 studi dengan variasi ukuran sampel tiap studi sekitar 20–348 partisipan. Hasil menunjukkan bahwa madu dapat mempersingkat waktu debridemen, waktu penyembuhan luka, dan waktu klirens bakteri. Namun, mayoritas studi dalam analisis ini tidak bersifat double-blind dan beberapa studi memiliki jumlah sampel yang terlalu kecil.

Tinggalkan Balasan